Tuesday, December 23, 2014

Hutan Indonesia sebagai Kekuatan Dunia untuk Menanggulangi Perubahan Iklim

redd ryco 

Perubahan iklim yang terjadi secara global dipercaya memiliki dampak luas bagi kehidupan makhluk hidup di bumi. Perubahan iklim yang terjadi dipicu oleh meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer bumi. Salah satu respon awal masyarakat dunia untuk menanggulangi perubahan iklim adalah dengan mendeklarasikan Protokol Kyoto pada konvensi perubahan iklim (UNFCCC) yang merupakan instrumen hukum guna mengurangi konsentrasi GRK agar tidak mengganggu sistem iklim di bumi.

UNFCCC mengeluarkan beberapa mekanisme dalam menanggulangi dan menanggapi perubahan iklim yang terjadi. Dalam Protokol Kyoto, satu-satunya mekanisme yang memungkinkan bagi negara berkembang untuk membantu negara Annex I dalam upaya mitigasi GRK adalah melalui Clean Development Mechanism (CDM) atau dalam bahasa Indonesia diartikan dengan “mekanisme pembangunan bersih”. Namun seiring dengan berjalannya waktu, mekanisme ini dianggap tidak mencapai tingkat keberhasilan yang tinggi dan akibatnya muncul ide baru yaitu program REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) yang dapat diartikan sebagai “pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan”.

Program REDD lahir pada Conference of Parties (COP) 13 tahun 2007 di Bali. Program ini difokuskan untuk menanggulangi perubahan iklim (mitigasi) dengan fondasi kuat pada sektor penggunaan lahan dan kehutanan. Program REDD kemudian berkembang menjadi REDD+ pada COP 15 di Kopenhagen dengan adanya fokus tambahan yaitu konservasi hutan, peningkatan cadangan karbon, dan pengelolaan hutan lestari. Indonesia yang kaya akan hutan, melalui REDD+ telah berkomitmen mengurangi emisi nasional sebesar 26 % dan 41 % dengan bantuan pihak lain pada tahun 2020 (Puspijak 2012).

REDD
Hutan di Indonesia sendiri merupakan sumber daya yang sangat penting dan menjadi paru-paru dunia. Luas daratan Indonesia sekitar 191 juta hektar dan lebih dari 58 % berupa hutan. Peran utama hutan adalah menyerap gas rumah kaca (GRK) terutama karbon yang ada di atmosfer. Dengan perannya ini, hutan dapat mencapai tujuan konvensi perubahan iklim dalam menjaga konsentrasi GRK agar tidak membahayakan sistem iklim global. Jika hutan rusak, baik karena kejadian alam maupun pembalakan liar, maka akan menambah jumlah emisi GRK di atmosfer.

Berdasarkan data emisi GRK tahun 1990 yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup pada National Communicati 1997, aktivitas perubahan lahan dan kehutanan memberikan kontribusi terbesar pada emisi GRK sebesar 63% (KLH 1997). Dalam laporan Puspijak-Litbang Kementerian Kehutanan tahun 2012 juga menyebutkan bahwa dalam pemenuhan target penurunan 26% emisi, sektor kehutanan memiliki angka potensial yang cukup tinggi sekitar 31,15 juta ton karbon. Angka ini diperoleh berdasarkan penelitian dengan menjalankan tiga program utama seperti pengendalian perambahan, penanaman Hutan Kemasyarakatan serta rehabilitasi hutan dan lahan. Tiga sektoral ini mampu menyerap karbon di atmosfer di atas 100 juta ton karbon. Untuk itulah hutan Indonesia diharapkan dunia dapat membantu target konvensi perubahan iklim dalam hal penurunan dan penyerapan emisi di atmosfer. Sehingga kemudian kondisi iklim masa depan semakin membaik untuk kehidupan masyarakat dunia.

0 comments:

Post a Comment